Kesultanan Mataram Islam merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di Jawa yang berdiri pada akhir abad ke-16. Kerajaan ini menjadi cikal bakal dari dua kerajaan besar di Jawa Tengah yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Pusat pemerintahan Mataram Islam pernah beberapa kali berpindah sebelum akhirnya menetap di Yogyakarta.
Peta wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram pada masa kejayaannya
Yogyakarta sebagai penerus tahta Mataram Islam menyimpan banyak peninggalan sejarah baik berupa bangunan fisik, tradisi, maupun sistem pemerintahan yang masih bertahan hingga saat ini. Buku ini akan mengupas secara mendetail tentang jejak-jejak Mataram Islam yang masih dapat kita temui di Yogyakarta.
Ki Ageng Pemanahan menerima tanah Mataram sebagai hadiah dari Sultan Hadiwijaya dari Pajang atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang. Ini menjadi cikal bakal berdirinya Mataram.
Sutawijaya (putra Ki Ageng Pemanahan) naik tahta setelah kematian ayahnya dan memindahkan pusat pemerintahan ke Kota Gede, Yogyakarta. Ia kemudian bergelar Panembahan Senopati.
Panembahan Senopati wafat dan digantikan oleh putranya, Mas Jolang yang bergelar Panembahan Hanyakrawati. Masa pemerintahannya ditandai dengan perluasan wilayah ke timur.
Raden Mas Rangsang naik tahta dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Masa kejayaan Mataram dimulai dengan perluasan wilayah hingga mencakup hampir seluruh Jawa (kecuali Banten dan Batavia).
Kota Gede merupakan pusat pemerintahan pertama Mataram Islam yang didirikan oleh Panembahan Senopati. Beberapa peninggalan penting di Kota Gede:
Terletak di tengah Kota Gede, kompleks ini berisi makam Panembahan Senopati beserta keluarga dan penerusnya. Arsitektur makam menunjukkan perpaduan antara Islam dan Jawa kuno.
Pintu gerbang kompleks makam raja-raja Mataram di Kota Gede
Masjid tertua di Yogyakarta yang dibangun pada masa Panembahan Senopati dengan ciri khas atap tumpang tiga dan serambi yang luas. Masjid ini masih aktif digunakan hingga kini.
Pada masa Sultan Agung, pusat pemerintahan dipindahkan ke Pleret (sekarang masuk wilayah Bantul). Beberapa peninggalan penting:
Bekas istana Mataram yang sekarang hanya tersisa fondasinya saja. Arkeolog menemukan struktur bangunan besar dengan sistem kanal yang canggih untuk zamannya.
Salah satu dari lima masjid pathok negoro (perbatasan) yang dibangun Sultan Agung sebagai benteng spiritual kerajaan.
Pendiri Kesultanan Mataram. Memulai tradisi pemujaan kepada Nyai Roro Kidul dan menciptakan sistem pemerintahan kerajaan Jawa Islam.
Puncak kejayaan Mataram. Menciptakan kalender Jawa Islam, memperluas wilayah hingga ke Jawa Timur, dan dua kali menyerang Batavia.
Masa kemunduran Mataram. Terkenal dengan kekejamannya dan memindahkan ibukota ke Pleret karena pemberontakan Trunajaya.
Mendirikan keraton di Kartasura setelah Pleret hancur. Bekerja sama dengan VOC untuk memadamkan pemberontakan.
Masa perpecahan Mataram menjadi Surakarta dan Yogyakarta melalui Perjanjian Giyanti (1755).
Pendiri Kasultanan Yogyakarta setelah Perjanjian Giyanti. Membangun Keraton Yogyakarta dan sistem pemerintahan baru.
Sebagai penerus tahta Mataram, Keraton Yogyakarta menyimpan banyak warisan budaya:
Kompleks Keraton Yogyakarta yang menjadi pusat budaya Jawa
Keraton dirancang sebagai miniatur alam semesta dengan konsep manunggaling kawula Gusti (penyatuan hamba dan Tuhan). Tata letak bangunan mengikuti poros imajiner antara Gunung Merapi dan Laut Selatan.
Beberapa tradisi yang masih dilestarikan:
Yogyakarta masih mempertahankan sistem pemerintahan warisan Mataram dengan struktur:
Mataram Islam melahirkan berbagai bentuk seni:
Sunan Kalijaga (salah satu walisongo) dan para seniman Mataram mengembangkan wayang sebagai media dakwah dengan memasukkan nilai-nilai Islam.
Puisi tradisional Jawa dengan aturan tertentu yang berisi ajaran moral dan spiritual.
Motif-motif batik seperti Parang Rusak, Sido Mukti, dan Truntum diciptakan di lingkungan keraton dengan makna filosofis yang dalam.
Pemakaman raja-raja Mataram dan penerusnya di Yogyakarta dan Surakarta, dibangun oleh Sultan Agung pada 1632. Kompleks ini memiliki arsitektur megah dengan ratusan anak tangga sebagai simbol perjalanan menuju keabadian.
Lima masjid perbatasan yang dibangun Sultan Agung:
Beberapa prasasti penting: