covermataram

Jejak Mataram Islam

Sejarah Kesultanan Mataram dan Warisannya di Yogyakarta

Pendahuluan

Kesultanan Mataram Islam merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di Jawa yang berdiri pada akhir abad ke-16. Kerajaan ini menjadi cikal bakal dari dua kerajaan besar di Jawa Tengah yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Pusat pemerintahan Mataram Islam pernah beberapa kali berpindah sebelum akhirnya menetap di Yogyakarta.

Peta Wilayah Kesultanan Mataram

Peta wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram pada masa kejayaannya

Yogyakarta sebagai penerus tahta Mataram Islam menyimpan banyak peninggalan sejarah baik berupa bangunan fisik, tradisi, maupun sistem pemerintahan yang masih bertahan hingga saat ini. Buku ini akan mengupas secara mendetail tentang jejak-jejak Mataram Islam yang masih dapat kita temui di Yogyakarta.

Berdirinya Kesultanan Mataram Islam

1584

Ki Ageng Pemanahan menerima tanah Mataram sebagai hadiah dari Sultan Hadiwijaya dari Pajang atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang. Ini menjadi cikal bakal berdirinya Mataram.

1587

Sutawijaya (putra Ki Ageng Pemanahan) naik tahta setelah kematian ayahnya dan memindahkan pusat pemerintahan ke Kota Gede, Yogyakarta. Ia kemudian bergelar Panembahan Senopati.

1601

Panembahan Senopati wafat dan digantikan oleh putranya, Mas Jolang yang bergelar Panembahan Hanyakrawati. Masa pemerintahannya ditandai dengan perluasan wilayah ke timur.

1613

Raden Mas Rangsang naik tahta dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Masa kejayaan Mataram dimulai dengan perluasan wilayah hingga mencakup hampir seluruh Jawa (kecuali Banten dan Batavia).

"Mataram bukan hanya sebuah kerajaan, tetapi sebuah peradaban yang menyatukan tradisi Jawa dengan nilai-nilai Islam. Di sinilah lahir budaya Jawa Islam yang khas dan elegan."
- Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo, Sejarawan

Pusat Pemerintahan Mataram di Yogyakarta

Kota Gede

Kota Gede merupakan pusat pemerintahan pertama Mataram Islam yang didirikan oleh Panembahan Senopati. Beberapa peninggalan penting di Kota Gede:

Kompleks Makam Raja-Raja Mataram

Terletak di tengah Kota Gede, kompleks ini berisi makam Panembahan Senopati beserta keluarga dan penerusnya. Arsitektur makam menunjukkan perpaduan antara Islam dan Jawa kuno.

Kompleks Makam Kota Gede

Pintu gerbang kompleks makam raja-raja Mataram di Kota Gede

Masjid Kota Gede

Masjid tertua di Yogyakarta yang dibangun pada masa Panembahan Senopati dengan ciri khas atap tumpang tiga dan serambi yang luas. Masjid ini masih aktif digunakan hingga kini.

Pleret

Pada masa Sultan Agung, pusat pemerintahan dipindahkan ke Pleret (sekarang masuk wilayah Bantul). Beberapa peninggalan penting:

Situs Kedaton Pleret

Bekas istana Mataram yang sekarang hanya tersisa fondasinya saja. Arkeolog menemukan struktur bangunan besar dengan sistem kanal yang canggih untuk zamannya.

Masjid Pathok Negoro Pleret

Salah satu dari lima masjid pathok negoro (perbatasan) yang dibangun Sultan Agung sebagai benteng spiritual kerajaan.

Sultan-Sultan Mataram yang Berpengaruh

Panembahan Senopati
1587-1601

Pendiri Kesultanan Mataram. Memulai tradisi pemujaan kepada Nyai Roro Kidul dan menciptakan sistem pemerintahan kerajaan Jawa Islam.

Sultan Agung
1613-1645

Puncak kejayaan Mataram. Menciptakan kalender Jawa Islam, memperluas wilayah hingga ke Jawa Timur, dan dua kali menyerang Batavia.

Amangkurat I
1645-1677

Masa kemunduran Mataram. Terkenal dengan kekejamannya dan memindahkan ibukota ke Pleret karena pemberontakan Trunajaya.

Amangkurat II
1677-1703

Mendirikan keraton di Kartasura setelah Pleret hancur. Bekerja sama dengan VOC untuk memadamkan pemberontakan.

Pakubuwono II
1726-1749

Masa perpecahan Mataram menjadi Surakarta dan Yogyakarta melalui Perjanjian Giyanti (1755).

Hamengkubuwono I
1755-1792

Pendiri Kasultanan Yogyakarta setelah Perjanjian Giyanti. Membangun Keraton Yogyakarta dan sistem pemerintahan baru.

Warisan Budaya Mataram Islam di Yogyakarta

Keraton Yogyakarta

Sebagai penerus tahta Mataram, Keraton Yogyakarta menyimpan banyak warisan budaya:

Keraton Yogyakarta

Kompleks Keraton Yogyakarta yang menjadi pusat budaya Jawa

Arsitektur

Keraton dirancang sebagai miniatur alam semesta dengan konsep manunggaling kawula Gusti (penyatuan hamba dan Tuhan). Tata letak bangunan mengikuti poros imajiner antara Gunung Merapi dan Laut Selatan.

Tradisi

Beberapa tradisi yang masih dilestarikan:

Sistem Pemerintahan

Yogyakarta masih mempertahankan sistem pemerintahan warisan Mataram dengan struktur:

Seni dan Sastra

Mataram Islam melahirkan berbagai bentuk seni:

"Karya sastra Mataram seperti Serat Centhini dan Serat Wedhatama bukan hanya tulisan indah, tetapi juga ensiklopedia pengetahuan dan filsafat Jawa-Islam."
- Prof. Dr. Simuh, Pakar Filologi Jawa

Wayang Kulit

Sunan Kalijaga (salah satu walisongo) dan para seniman Mataram mengembangkan wayang sebagai media dakwah dengan memasukkan nilai-nilai Islam.

Tembang Macapat

Puisi tradisional Jawa dengan aturan tertentu yang berisi ajaran moral dan spiritual.

Batik Keraton

Motif-motif batik seperti Parang Rusak, Sido Mukti, dan Truntum diciptakan di lingkungan keraton dengan makna filosofis yang dalam.

Peninggalan Fisik Mataram Islam di Yogyakarta

Kompleks Makam Imogiri

Pemakaman raja-raja Mataram dan penerusnya di Yogyakarta dan Surakarta, dibangun oleh Sultan Agung pada 1632. Kompleks ini memiliki arsitektur megah dengan ratusan anak tangga sebagai simbol perjalanan menuju keabadian.

Masjid-Masjid Pathok Negoro

Lima masjid perbatasan yang dibangun Sultan Agung:

  1. Masjid Plosokuning: Masih asli dengan arsitektur Jawa kuno
  2. Masjid Dongkelan: Terkenal dengan bedug besar peninggalan Mataram
  3. Masjid Babadan: Memiliki kolam besar untuk wudhu
  4. Masjid Wonokromo: Masih mempertahankan tradisi selamatan desa
  5. Masjid Mlangi: Didirikan oleh Kyai Nur Iman, ulama kesayangan Sultan

Prasasti dan Naskah Kuno

Beberapa prasasti penting:

Kembali ke Profil